Tuesday, June 18, 2013

Sesi 12 - Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional [2]

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 : 4 Juni 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : Penyelesaian Sengketa Hukum Perdagangan Internasional [2]
Subtopik                : 
  1. Penyelesaian Sengketa Forum: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Pengadilan [Nasional dan Internasional]
  2. Hukum yang Berlaku
  3. Implementasi Perdagangan Sengketa Putusan: Pelaksanaan Keputusan APS, Pelaksanaan Putusan Arbitrase, Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Metode                   : Face to Face (F2F)

Substansi
Dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional terdapat forum penyelesai sengketa yang terdiri dari:

  1. Negoisasi
  2. Mediasi
  3. Konsiliasi
  4. Arbitrase
Penjabarannya adalah sebagai berikut:

  • Negoisasi
Source
adalah sebuah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua. Terdapat kelemahan dan kelebihan dalam cara ini, kelebihannya yaitu para pihak dapat mengawasi prosedur dalam penyelesaian sengketa dan didasarkan pada kesepakatan para pihak. Kelemahannya yaitu ketika para pihak berkedudukan secara tidak seimbang, salah satu pihak terlalu kuat pendiriannya, serta proses yang memakan waktu lama. 


  • Mediasi
Source
cara penyelesaiannya melalui bantuan pihak ketiga, baik individu atau organisasi profesi. Usulan yang dibuat oleh mediator tidak resmi, sehingga kembali lagi terhadap kesepakatan para pihak untuk menggunakannya atau tidak.


  • Konsiliasi
Konsiliasi lebih formal daripada mediasi. Komisi konsiliasi adalah lembaga ad hoc yang berfungsi menetaokan syarat penyelesaian yang dapat diterima para pihak.


  • Arbitrase
adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Arbitrase banyak dipilih karena relatif cepat daripada pengadilan dalam menyelesaikan sengketa. Pihak juga memiliki kebebasan untuk memilih hakim yang netral dan ahli dalam bidang sengketanya. Dalam arbitrase terdapat istilah Choice of Law atau Choice of Jurisdiction. Lembaga arbitrase antara lain LCIA, ICC, SCC, dan UNCITRAL. 


Peran Choice of Law yang digunakan oleh pengadilan arbitrase adalah untuk:

  • menentukan keabsahan suatu kontrak dagang
  • menafsirkan suatu kesepakatan dalam kontrak
  • menentukan telah dilaksanakan atau tidaknya suatu prestasi
  • menentukan akibat hukum dari adanya pelanggaran dari pelanggaran kontrak
Sedangkan dalam menentukan hukum yang berlaku adalah dengan dasar adanya kesepakatan para pihak pada kebebasan para pihak dalam membuat perjanjian atau kesepakatan [party autonomy]. Kebebasan itu memiliki ketentuan:


  • tidak bertentangan dengan UU
  • kebebasan harus berdasar dengan itikad baik
  • hanya berlaku untuk hubungan dagang
  • hanya berlaku untuk kontrak dagang
  • tidak berlaku untuk menyelundupkan hukum.
Source
Penyelesaian sengketa melalui APS memiliki risiko yang cukup tinggi, dan lebih banyak bergantung pada itikad baik para pihaknya. Tidak ada kepastian hukum kapan dan apakah pihak yang kalah mau melaksanakan putusan APS tersebut. Pengadilan adalah merupakan refleksi kedaulatan negara dalam mengadili suatu sengketa. Oleh karena itu, utusan pengadilan tidak secara otomatis dapat dilaksanakan di suatu negara. Untuk dapat melaksanakan ada dua kemungkinan yaitu:


  1. menyidangkan kembali kasus tersebut dari awal sebagai suatu sengketa baru di pengadilan tersebut
  2. pelaksanaan dari putusan pengadilan di suatu negara dapat dilaksanakan apabila negara yang terkait baik pada perjanjian bilateral atau multilateral mengenai pelaksanaan putusan pengadilan di bidang sengketa dagang. 
Refleksi

Setelah mengikuti kuliah pada sesi ini kami dapat menyimpulkan hal-hal berikut ini:

  • Negoisasi sifatnya voluntary (para pihak sendiri yang memutuskan untuk menggunakan hal itu atau tidak) namun terdapat beberapa kelemahan yaitu tidak adanya pihak yang menengahi, sehingga pihak yang berani lah yang menang, serta masalah yang terlalu kompleks atau rumit dapat berlarut-larut tak terselesaikan
  • Mediasi bersifat tidak formal dan tidak dibuka di persidangan. Mediasi tidak perlu diagendakan
  • Konsiliasi bersifat formal dan terstruktur
  • Arbitrase minimal harus memiliki tiga arbitrator, kalau hanya satu maka tidak netral

Referensi
  1. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  2. Slide Binusmaya, dalam materi; Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Pihak dan Prinsip karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M


Disusun oleh:
02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670

Sunday, May 26, 2013

Sesi 11 - Penyelesaian Sengketa Hukum Perdagangan Internasional [1]

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 : 28 May 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : Penyelesaian Sengketa Hukum Perdagangan Internasional [1]
Subtopik                : 
  1. Para Pihak Sengketa: Sengketa antara Pedagang & Pedagang, Sengketa antara Pedagang & Luar Negeri
  2. Prinsip Penyelesaian Sengketa
  3. Prinsip kesepakatan Para Pihak
  4. Prinsip Kebebasan Memilih dalam ADR
  5. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
  6. Prinsip Itikad Baik
  7. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Metode                   : Face to Face (F2F)
Substansi
Dewasa ini, dengan semakin majunya perdagangan internasional, serta bentuk hubungan dagang yang banyak bentuknya, dari berupa barang, pengiriman, penerimaan barang dan jasa dll, membuat semakin kompleksnya permasalahan atau sengketa yang akan timbul didalamnya. Sengketa dagang ini biasanya dilakukan negoisasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketa, namun apabila cara ini tidak berhasil, maka ditempuhlah melalui arbitrase atau pengadilan. Terdapat dua pihak dalam sengketa ini yaitu:
Source
  1.  sengketa antara pedagang dengan pedagang, pada sengketa antara pedagang dengan pedagang penyelesaian sengketa tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak, mereka lah yang menentukan akan menggunakan forum apa, dll. Namun kebebasan ini juga harus dibatasi oleh tidak bolehnya melanggar UU dan ketertiban.
  2. sengketa pedagang dan negara asing, pada hal ini kerap kali terjadi masalah yaitu mengenai konsep imunitas negara, dimana tidak berpengaruhnya hukum terhadap suatu negara. Maka dari itu, negara dianggap sebagai subyek hukum internasional yang terbatas, serta juga subyek hukum internasional yang sempurna. Maka dari itu timbul lah Jure Imperii (tindakan negara di bidang publik dalam kapasitasnya sebagai negara berdaulat) dan Jure Gestiones (tindakan negara di bidang keperdataan atau dagang, negara dalam hal ini bertindak sebagai pedagang atau privat).
Source

Dalam hukum perdagangan internasional terdapat empat prinsip penyelesaian sengketa yaitu:
  1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus), prinsip ini sangat fundamental.
  2. Prinsip Kebebasan dalam Memilih Cara Penyelesaian Sengketa, hal ini berarti penyeragan sengketa ke badan arbitrase harus berdasar pada kebebasan para pihak untuk memilihnya.
  3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum, kebebasan ini termasuk kebebasan memilih kepatutan dan kelayakan (ex aqueo et bono)
  4. Prinsip Itikad Baik, prinsip ini sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Hal ini disyaratkan untuk mencegah pengaruh sengketa terhadap hubungan baik antarnegara serta prinsip ini disyaratkan ada ketika pihak menyelesaikan sengketa melalui negoisasi, konsiliasi, mediasi, dll.
  5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies, prinsip ini menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketa ke pengadilan internasional, langkah penyelesaian sengketa yang tersedia oleh hukum nasional negara harus terlebih dulu ditempuh

Refleksi
Setelah mengikuti kuliah pada sesi ini, kami mendapati kasus mengenai sengketa dagang di Indonesia yaitu pemilihan arbitrase sebagai suatu jalan penyelesai sengketa lebih banyak dipilih karena di Indonesia terdapat 14.000 kasus yang sudah tersendat. Hakim seharusnya bisa menangani kurang lebih 11 kasus setiap harinya. Sehingga, kurang cepatnya pengadilan dalam menyelesaikan sengketa membuat para pihak lebih memilih Arbitrase sebagai cara penyelesai sengketa mereka. Di samping itu, ADR memiliki seseorang yang ahli dalam sengketa yang akan diajukan kepadanya, sedangkan pengadilan tidak. 
Referensi
  1. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  2. Slide Binusmaya, dalam materi; Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Pihak dan Prinsip karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M


Disusun oleh:
02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670

Thursday, May 23, 2013

Sesi 10 - Arbitrase: Hukum Tinjauan 30 Tahun 1999

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 :21 May 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : Arbitrase: Hukum Tinjauan 30 Tahun 1999
Subtopik                :

  1. Background Arbitration
  2. Arbitration Definition
  3. Positive Through Arbitration
  4. Positive Law Arbitration in Indonesia
  5. Systematics Law of 30 of 1999
  6. Object Arbitration
  7. Arbitration Procedure
Metode                   : Face to Face


Substansi



Arbitrase : Tinjauan Umum Menurut UU 30 Tahun 1999

Source
Istilah arbitrase berasal dari kata “arbitrare” (Latin), “arbitrage” (Belanda/Perancis), “arbitration” (Inggris) dan “shiedspruch” (satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yaitu arbiteJerman), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian melalui arbiter atau wasit.

Dalam dunia akademis, istilah "arbitrase" ini diartikan sebagai suatu transaksi tanpa arus kas negatif dalam keadaan yang bagaimanapun, dan terdapat arus kas positif atas sekurangnya pada satu keadaan, atau dengan istilah sederhana disebut sebagai "keuntungan tanpa risiko" (risk-free profit).


Source
Seorang yang melakukan arbitrase disebut "arbitraser" atau dalam istilah asing disebut juga arbitrageur. Istilah ini utamanya digunakan dalam perdagangan instrumen keuangan seperti obligasi, saham, derivatif, komoditi dan mata uang. 
Arbitrase statistik merupakan suatu ketidak seimbangan atas nilai yang diperkirakan . Suatu casino menggunakan arbitrase statistik ini pada hampir semua permainan yang menawarkan kesempatan menang.


Kondisi Arbitrase


Arbitrase adalah dimungkinkan apabila salah satu dari ketiga kondisi ini terjadi : 
  1. Aset yang sama tidak diperdagangkan dengan harga yang sama pada setiap pasar. 
  2. Dua aset dengan arus kas yang identik tidak diperdagangkan dengan harga yang sama. 
  3. Suatu aset dengan nilai kontrak berjangka yang diketahui, dimana aset tersebut pada saat ini tidaklah diperdagangkan pada harga kontrak berjangka dengan dikurangi potongan harga berdasarkan suku bunga bebas risiko (atau terdapat biaya penyimpanan gudang atas aset tersebut yang tidak dapat diabaikan). 
Arbitrase bukanlah merupakan suatu tindakan sederhana dari pembelian produk di suatu pasar dan menjualnya dipasar lain dengan harga yang lebih tinggi kelak. Transaksi arbitrase harus terjadi secara kesinambungan guna menghindari terungkapnya risiko pasar ataupun risiko perubahan harga pada salah satu pasar sebelum kedua transaksi selesai dilaksanakan. Dalam segi praktik, hal ini umumnya hanya dimungkinkan untuk dilakukan terhadap sekuriti dan produk keuangan yang dapat diperdagangkan secara elektronis.


Positif Jalur Arbitrase
Source
  • Kerahasiaan para pihak yang bersengketa terjamin 
  • Dapat dihindari kelambatan karena aspek prosedural dan administratif dalam penyelesaian sengketa 
  • Para pihak dapat memilih arbiter yang ahli dan sesuai kasus atau perkara yang dihadapi. 
  • Para pihak dapat menentukan pilihan hukum [choice of law]. 
  • Putusan arbiter bersifat mengikat (absolut) dan tidak boleh dibawa ke pengadilan à FINAL & BINDING 
  • Putusan arbiter dapat langsung dilaksanakan [30 hari]. 
Hukum Positif Arbitrase di Indonesia

Dasar hukum Arbitrase di Indonesia :
  • à UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa.
  • à UU No. 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara dan Warga Negara Mengenai Penanaman Modal. 
  • à Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi New York 1958.
  • à Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Peraturan Lebih Lanjut Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. 
Arbitrase Menurut UU 30 Tahun 1999
Source
  • Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
  • Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa “kausual arbitrase” yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitarse tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
  • Dengan demikian maka sengketa arbitrase baru dapat dilakukan apabila ada perjanjian tertulis terlebih dahulu dan tanpa itu, maka sengketa arbitrase menjadi tidak ada 
Obyek Sengketa Arbitrase
  • Semua sengketa Keperdataan (bukan Pidana) dalam bidang perdagangan dan bidang perburuhan/ ketenagakerjaan dengan ketentuan bahwa sengketa tersebut menyangkut hak pribadi yang sepenuhnya dapat dikuasai oleh para pihak.
  • Hak pribadi yang “tidak termasuk” adalah hak-hak yang tidak menyangkut ketertiban umum atau kepentingan umum, misalnya : percerain, status anak, pengakuan anak, perwalian dan lain-lain.
  • Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999, yang termasuk dalam ruang lingkup perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang Perniagaan, Perbankan Keuangan, Penanaman Modal, Industri dan HKI. 
Hukum Acara Arbitrase (pasal 29-51)
Source
  • Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter dilakukan secara tertutup dengan bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain.
  • Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang.
  • Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk sesuai dengan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan dalam Undang-undang ini.
  • Penyelesaian sengketa arbitrase dapat dilakukan melalui lembaga BANI atau lembaga arbitrase internasional berdasarkan kesepakatan para pihak, kecuali ditetapkan lain.
  • Lembaga arbitrase yang diatur oleh UU No. 30 Tahun 1999 adalah Badan Arbitrase Nasional (BANI). Lebih detail : www.bani-arb.org.
  • Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya.
Refleksi
Setelah mengikuti sesi ini kami dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 
Source
  • Di Indonesia, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mulai meningkat sejak adanya UU No. 30 th 1999. Perkembangan ini sejalan dengan semakin banyaknya pelaku bisnis yang memilih arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Karena arbitrase dinilai cepat, efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-win solution, serta arbitrase tidak bertele-tela karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Selain itu, biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat.
  • Namun, penyelenggaraan arbitrase di Indonesia tidak terlepas dari permasalahan. Masalah utama yang sering dipersoalkan adalah mengenai eksekusi putusan arbitrasi asing di Indonesia. Pengadilan Indonesia seringkali "dicap" enggan untuk melaksanakan atau menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing dengan asalan bahwa putusan yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban umum. Masalah lain yang kerap muncul adalah komplain atas kemampuan arbiter dalam menjalankan praktek arbitrase oleh para pihak yang bersengketa. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan arbiter dapat berakibat pada penundaan putusan arbitrase. 
Kesimpulannya, meskipun minat para masyarakat Indonesia untuk melaksanakan sengketa dengan menggunakan arbitrase tinggi, hal ini juga harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan arbiter untuk membuahkan putusan yang baik dan berkualitas. Hal ini kembali lagi arbiter itu sendiri. 

Referensi
  1. http://www.hukumonline.com dalam artikel; Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
  2. www.bani-arb.org.
  3. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  4. Slide Binusmaya, dalam materi; UN Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M




Disusun oleh:

02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670


Tuesday, May 21, 2013

Sesi 9 - GATT pada Hukum Perdagangan Internasional

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 :21 May 2013


—————————————————————————————————————————————
Topik                      : GATT pada Hukum Perdagangan Internasional
Subtopik                :

  1. Sejarah GATT
  2. Perdagangan Provisionis di GATT
  3. Prinsip GATT
  4. Outline Provision di GATT
Metode                   : Face to Face


Substansi


GATT adalah salah satu sumber hukum yang penting karena tujuan nya yaitu untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Tujuan utama GATT adalah:
Source

  1. meningkatkan taraf hidup umat manusia
  2. meningkatkan kesempatan kerja
  3. meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia
  4. meningkatkan produksi dan tukar menukar barang

GATT ini dibentuk sebagai suatu wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Kebutuhan lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu itu sangat dirasakan benar. Mengapa? karena pada waktu itu masyarakat dunia internasional sulit untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Sejarah GATT dimulai ketika tahun 1946-1948 serangkaian konferensi London, New York, Jenewa dan Havana untuk mendirikan International Trade Organization dalam rangka IMF dan World Bank. Namun, ITO ini gagal didirikan karena kongres USA menolak meratifikasi Havana Charter. Cikal bakal WTO adalah GATT yang telah berdiri sejak 1948. Sejak WTO resmi berdiri, GATT tetap eksis sebagai salah satu bagian dari WTO sejajat dengan GATS dan TRIPS. Struktur organisasi dalam lembaga ini adalah:


  • Ministrial Conference
  • General Council
  • Council for Trade in Goods
  • Council for Trade in Services
  • Council for TRIPS
  • Dispute Settlement Body

Di dalam GATT terdapat beberapa asas yaitu sebagai berikut:

Source

  • Most-Favored-Nation (Non-Diskriminasi): yaitu prinsip yang menyatakan bahwa semua negara anggota terikat untuk memberikan negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya lainnya.
  • National Treatment: yaitu prinsip bahwa produk dari suatu negara yang diimpor ke dalam suatu negara haruslah diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri
  • Larangan Restriksi (Pembatasan): prinsip ini adalah larangan restriksi kuantitatif yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, pada umumnya dilarang. Hal ini disebabkan karena praktek demikian mengganggu praktek perdagangan yang normal.
  • Perlindungan melalui Tarif: prinsip ini memperkenankan tindakan proteksi industri domestik melalui tarif. Hal ini berarti melalui tarif ini menunjukkan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat
  • Resiprositas: prinsip ini merupakan prinsip yang fundamental dalam GATT, yaitu  erlakuan yang diberikan suatu negara kepada negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga diberikan oleh mitra dagang negara tersebut.

  • Perlakuan Khusus bagi Negara Berkembang: prinsip ini muncul karrena 2/3 negara anggota GATT adalah negara yang sedang berkembang ekonominya. 
Refleksi
Source

Mengingat pada perkara pengaduan Jepang ke WTO tentang program Mobil Nasional yang menunjuk PT Timor Putra Nusantara (PTN) sebagai pionir yang memproduksi Mobnas. Karena belum dalam diproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No. 42/ 1996 yang memperbolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek Timor. Selain itu PT TPN diberikan hak bebas pajak barang mewah dan bebas bea masuk barang impor. Jepang mengadukan PT TPN ke WTO karena Indonesia telah ditunduh melanggar prinsip WTO yang selayaknya ditaati oleh negara anggota dalam perdagangan internasional. Lebih lanjut baca link ini.


Referensi
  1. www.blogspot.com, dalam artikel; Analisis Kasus Mobil Nasional
  2. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  3. Slide Binusmaya, dalam materi; GATT pada Hukum Perdagangan Internasional


Disusun oleh:

02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670


#header-inner img { margin-left: auto; margin-right: auto; }