Sunday, May 12, 2013

Contoh Kasus dalam Letter of Credit (Materi GSLC)

Berikut ini kami tambahkan dua kasus mengenai Letter of Credit agar kami lebih mengenal lagi mengenai L/C lebih jauh. Sebelum pembahasan lebih lanjut mengenai kasus, kami membuat bagan sederhana mengenai Letter of Credit:

Proses nya adalah sebagai berikut:
  1. Buyer berinisiatif untuk memesan barang atau jasa
  2. Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama Bank Penerima yang ditunjuk
  3. Buyer meminta Bank dimana rekeningnya berada (Bank Penerima) untuk membuka sebuah L/C  dengan memberitahukan “Terms and Condition” yang bisa diterima dan nama Bank Penerima yang ditunjuk oleh seller
  4. Bank Penerbit membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Bank Penerima (memberi Copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan ke pihak seller juga)
  5. Bank Penerima menyampaikan L/C kepada seller
  6. Setelah barang atau jasa yang telah dipesan siap untuk dikirim, Seller menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C. Jika dokumen telah siap maka seller menyerahkan dokumen kepada Bank Penerima
  7. Bank Penerima mempelajari dokumen, jika telah memenuhi syarat maka dokumen akan dikirim ke Bank Penerbit untuk meminta pembayaran
  8. Begitu dokumen diterima, Bank Penerbit akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan Term and Condition di dalam L/C. Jika sesuai maka Bank Penerbit akan membayar pihak seller melalui Bank Penerima, serta mengirimkan dokumen tersebut kepada pihak Buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari Bank Penerbit, pihak Buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak bisa mengambil barang/jasa tersebut.
  9. Source
Kasus L/C Fiktif Bank BNI 

Latar Belakang

Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of Credit. Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro.

Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.


Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :

  • Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
  • Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
  • Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
  • Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo Group
  • Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
  • Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
  • Skim : Usance L/C
Kronologi :
  1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
  2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
  3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
  4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
  5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
  6. Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses).
  7. Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
Solusi
  1. Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, karena adanya pengalaman pahit masa lampau. Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga.
  2. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
  3. Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit. Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen. 
  4. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif. 
  5. Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu. 
  6. Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
  7. Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Putusan Mahkamah Agung mengenai PT. Polyprima Karyareksa 
Source

PT Polyprima Karyareksa menggugat Daelim Corporation yang berada di Seoul, Korea. Latar belakang masalah ini adalah ketika pada tanggal 29 Agustus 2006 telah ditandatangani kontrak jualbeli berupa Para-Xylene sebanyak 5000 Metrik Ton antara pembeli (penggugat/ PT Polyprima Karyareksa) dan penjual (tergugat/Daelim Corporation) seharga $1505/MT. Berdasarkan kontrak jualbeli yang telah dikeluarjan oleh Daeco, pembeli mendapati syarat-syarat yang tidak jelas dan terperinci. Hal ini jelas akan merugikan pembeli dan hal ini juga tidak memberikan kepastian hukum kepada pembeli. Adanya gugatan dari pembeli ke penjual tersebut dikarenakan:
  • Jangka waktu pembayaran
Source
Terdapat dua metode pembayaran melalui pembukaan L/C, yaitu pembeli harus mengeluarkan L/C dalam jangka waktu 30 hari setelah dibukanya Bill of Lading. Namun, pada kontrak jualbeli yang dibuat oleh Daeco justru menyebutkan bahwa pembukaan L/C selambat-lambatnya adalah 5 hari sebelum kapal tiba di pelabuhan Anyer, sebagai pelabuhan tujuan. 
  • Waktu keberangkatan dan kedatangan kapal tidak jelas
Bahwa kontrak jualbeli ini tidak jelas dalam kapan kapal berangkat dan sampai di pelabuhan tujuan. Di dalam kontrak jualbeli tersebut hanya mencantumkan bahwa pengapalan akan dilaksanakan pada pertengahan September 2006 dengan tujuan Pelabuhan Anyer, Indonesia. Padahal kapan pengapalan dilaksanakan adalah hal yang terpenting dalam L/C mengingat kapan pembeli menentukan harus membuka L/C. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban  antara pembeli dan penjual
Hal ini ditunjukkan dengan  kewajiban pembeli harus membuka L/C meskipun penjual tidak memberi hak kepada pembeli kapan kepastian tanggal keberangkatan dan sampainya pengapalan barang. Dengan ketidakjelasan ini, belum terbentuk kesepakatan pembayaran antara pembeli dan penjual, sehingga seharusnya menunda jadwal pengiriman, akan tetapi penjual bersikuku telah melakukan pengapalan barang, padahal pada kenyataannya kapal tersebut tidak pernah sampai. Serta hal ini menunjukkan itikad yang tidak baik dari penjual ketika penjual membuat kondisi seperti penjual merasa terugikan oleh pembeli, karena pembeli melakukan pembatalan sepihak atas barang yang telah dikapalkan, dan seolah pembeli tidak mau membuka L/C. 

Selain itu, pembeli juga merasakan kerugian yang disebabkan sebagai berikut:
  • Itikad yang tidak baik dari tergugat
Itikad yang tidak baik dari tergugat juga ditunjukkan melalui tuntutan dari penjual ke pembeli terhadap kerugian pabrik sebesar $2,253 juta, sehingga mengakibatkan pabrik lumpuh selama 10 hari dan tidak dapat memenuhi pesanan pelanggan lain
  • Kerugian materiil dan imateriil penggugat (PT Polyprima Karyareksa)
Karena penjual tidak mengirimkan barang pesanan pembeli, hal ini merugikan pembeli secara materiil sebesar $6,525 juta. Pada dasarnya, barang yang seharusnya dikapalkan oleh Daeco adalah sebuah bahan baku pembuatan di pabrik PT Polyprima Karyareksa ini. Dengan tidak adanya bahan baku yang dibutuhkan, mengakibatkan pabrik PT Polyprima Karyareksa ini lumpuh selama sepuluh hari, sehingga perusahaan pembeli mengalami kerugian tambahan sebesar kurang lebih $461,000. Hal ini juga merusak nama baik pembeli, karena pembeli tidak bisa memenuhi pesanan pelanggan sebesar $5juta

Dengan hal ini, penggugat menginginkan bantuan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyelesaikan sengketa ini, dikarenakan atas alasan tersebut diatas.
Dengan adanya pertimbangan hukum, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengambil putusan No 77/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst yang amarnya adalah sebagai berikut:
  • Dalam Eksepsi:
Mengabulkan eksepsi penjual tersebut
  • Dalam Pokok Perkara:
Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini;
- Menyatakan gugatan dari pembeli tidak dapat diterima
- Menyatakan gugatan pembeli tidak dapat diterima
- Menghukum pembeli untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini 
- Menimbang bahwa alasan yang diajukan pembeli dalam memori kasasi nya adalah:
  • Judex Facti telah keliru menerapkan hukum, karena alasan dasar gugatan pemohon kasasi adalah Perbuatan Melawan Hukum dan bukan Wanprestasi.
  • Judex Facti keliru menerapkan hukum pembuktian karena menilai bukti kontrak jualbeli yang hanya merupakan fotocopy
dan alasan-alasan lain yang menyebabkan posisi penggugat melemah. Mengenai alasan yang diajukan pembeli mengenai memori kasasinya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan ini tidak dapat dibenarkan karena judex facti yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri tidak salah menerapkan hukum, menimbang berdasarkan pertimbangan diatas di atas, lagi pula ternyata putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum atau UU maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi harus ditolak, serta karena dalam kontrak jualbeli Daeco telah memilih Pusat Arbitrase Internasional Singapura sebagai forum penyelesai sengketa. Dengan beberapa pertimbangan lainnya, Mahkamah Agung akhirnya mengadili dengan cara menolak permohonan kasasi dari PT Polyprima Karyareksa, serta menghukum penggugat untuk membayar biaya pengadilan sebesar lima ratus ribu rupiah. 

Apabila ingin secara jauh membaca putusan Mahkamah Agung ini, Anda dapat meng klik link yang tersedia pada point 2, di referensi.

Secara singkat, kasus ini dapat dilihat dalam bagan yang kami buat ini:



Kesimpulan

Sehingga kesimpulan dalam kasus ini adalah, apa yang sudah disepakati dalam kontrak bahwa penggunaan forum  penyelesai sengketa adalah dengan menggunakan Pusat Arbitrase Internasional Singapura, maka haruslah keduabelah pihak menggunakan forum tersebut untuk menyelesaikan sengketanya, penggugat yang berasal dari Indonesia tidak bisa meminta Pengadilan Negeri Jakarta untuk menuntut klaimnya. Pengadilan pun tidak bisa ikut campur dalam aturan yang sudah diatur dan disepakati dalam kontrak. Bukti yang diberikan juga harus bukti asli, bukan bukti fotokopi yang dilegalisir oleh organisasi Internasional yang tidak bersangkutan. Dilihat dari kasus ini, apabila penggugat benar atas segala tuntutannya, walaupun ia tidak memiliki bukti yang kuat, maka seharusnya dengan bercermin pada kasus ini, perusahaan lain akan lebih berhati-hati dalam menuliskan kontrak jualbeli, agar tidak merugikan salah satu pihak. 

Referensi:
  1. www.wordpress.com; dalam artikel; Letter of credit dan contoh kasus
  2. putusan.mahkamahagung.go.id; dalam putusan; Putusan No. 1558/K/Pdt/2009
  3. ADOLF, Huala. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
  4. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto 


2 comments:

  1. We are authorized Financial consulting firm that work directly with
    A rated banks eg Lloyds Bank,Barclays Bank,hsbc bank etc
    We provide BG, SBLC, LC, LOAN and lots more for client all over the world.
    Equally,we are ready to work with Brokers and financial
    consultants/consulting firms in their respective countries.
    We are equally ready to pay commission to those Brokers and financial
    consultants/consulting firms.
    Awaiting a favourable response from you.
    Best regards
    WALSH SMITH, ROBERT
    email : info.iqfinanceplc@gmail.com
    skype: cpt_young1

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

#header-inner img { margin-left: auto; margin-right: auto; }