Sunday, May 26, 2013

Sesi 11 - Penyelesaian Sengketa Hukum Perdagangan Internasional [1]

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 : 28 May 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : Penyelesaian Sengketa Hukum Perdagangan Internasional [1]
Subtopik                : 
  1. Para Pihak Sengketa: Sengketa antara Pedagang & Pedagang, Sengketa antara Pedagang & Luar Negeri
  2. Prinsip Penyelesaian Sengketa
  3. Prinsip kesepakatan Para Pihak
  4. Prinsip Kebebasan Memilih dalam ADR
  5. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
  6. Prinsip Itikad Baik
  7. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Metode                   : Face to Face (F2F)
Substansi
Dewasa ini, dengan semakin majunya perdagangan internasional, serta bentuk hubungan dagang yang banyak bentuknya, dari berupa barang, pengiriman, penerimaan barang dan jasa dll, membuat semakin kompleksnya permasalahan atau sengketa yang akan timbul didalamnya. Sengketa dagang ini biasanya dilakukan negoisasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketa, namun apabila cara ini tidak berhasil, maka ditempuhlah melalui arbitrase atau pengadilan. Terdapat dua pihak dalam sengketa ini yaitu:
Source
  1.  sengketa antara pedagang dengan pedagang, pada sengketa antara pedagang dengan pedagang penyelesaian sengketa tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak, mereka lah yang menentukan akan menggunakan forum apa, dll. Namun kebebasan ini juga harus dibatasi oleh tidak bolehnya melanggar UU dan ketertiban.
  2. sengketa pedagang dan negara asing, pada hal ini kerap kali terjadi masalah yaitu mengenai konsep imunitas negara, dimana tidak berpengaruhnya hukum terhadap suatu negara. Maka dari itu, negara dianggap sebagai subyek hukum internasional yang terbatas, serta juga subyek hukum internasional yang sempurna. Maka dari itu timbul lah Jure Imperii (tindakan negara di bidang publik dalam kapasitasnya sebagai negara berdaulat) dan Jure Gestiones (tindakan negara di bidang keperdataan atau dagang, negara dalam hal ini bertindak sebagai pedagang atau privat).
Source

Dalam hukum perdagangan internasional terdapat empat prinsip penyelesaian sengketa yaitu:
  1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus), prinsip ini sangat fundamental.
  2. Prinsip Kebebasan dalam Memilih Cara Penyelesaian Sengketa, hal ini berarti penyeragan sengketa ke badan arbitrase harus berdasar pada kebebasan para pihak untuk memilihnya.
  3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum, kebebasan ini termasuk kebebasan memilih kepatutan dan kelayakan (ex aqueo et bono)
  4. Prinsip Itikad Baik, prinsip ini sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Hal ini disyaratkan untuk mencegah pengaruh sengketa terhadap hubungan baik antarnegara serta prinsip ini disyaratkan ada ketika pihak menyelesaikan sengketa melalui negoisasi, konsiliasi, mediasi, dll.
  5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies, prinsip ini menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketa ke pengadilan internasional, langkah penyelesaian sengketa yang tersedia oleh hukum nasional negara harus terlebih dulu ditempuh

Refleksi
Setelah mengikuti kuliah pada sesi ini, kami mendapati kasus mengenai sengketa dagang di Indonesia yaitu pemilihan arbitrase sebagai suatu jalan penyelesai sengketa lebih banyak dipilih karena di Indonesia terdapat 14.000 kasus yang sudah tersendat. Hakim seharusnya bisa menangani kurang lebih 11 kasus setiap harinya. Sehingga, kurang cepatnya pengadilan dalam menyelesaikan sengketa membuat para pihak lebih memilih Arbitrase sebagai cara penyelesai sengketa mereka. Di samping itu, ADR memiliki seseorang yang ahli dalam sengketa yang akan diajukan kepadanya, sedangkan pengadilan tidak. 
Referensi
  1. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  2. Slide Binusmaya, dalam materi; Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Pihak dan Prinsip karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M


Disusun oleh:
02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670

Thursday, May 23, 2013

Sesi 10 - Arbitrase: Hukum Tinjauan 30 Tahun 1999

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 :21 May 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : Arbitrase: Hukum Tinjauan 30 Tahun 1999
Subtopik                :

  1. Background Arbitration
  2. Arbitration Definition
  3. Positive Through Arbitration
  4. Positive Law Arbitration in Indonesia
  5. Systematics Law of 30 of 1999
  6. Object Arbitration
  7. Arbitration Procedure
Metode                   : Face to Face


Substansi



Arbitrase : Tinjauan Umum Menurut UU 30 Tahun 1999

Source
Istilah arbitrase berasal dari kata “arbitrare” (Latin), “arbitrage” (Belanda/Perancis), “arbitration” (Inggris) dan “shiedspruch” (satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yaitu arbiteJerman), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian melalui arbiter atau wasit.

Dalam dunia akademis, istilah "arbitrase" ini diartikan sebagai suatu transaksi tanpa arus kas negatif dalam keadaan yang bagaimanapun, dan terdapat arus kas positif atas sekurangnya pada satu keadaan, atau dengan istilah sederhana disebut sebagai "keuntungan tanpa risiko" (risk-free profit).


Source
Seorang yang melakukan arbitrase disebut "arbitraser" atau dalam istilah asing disebut juga arbitrageur. Istilah ini utamanya digunakan dalam perdagangan instrumen keuangan seperti obligasi, saham, derivatif, komoditi dan mata uang. 
Arbitrase statistik merupakan suatu ketidak seimbangan atas nilai yang diperkirakan . Suatu casino menggunakan arbitrase statistik ini pada hampir semua permainan yang menawarkan kesempatan menang.


Kondisi Arbitrase


Arbitrase adalah dimungkinkan apabila salah satu dari ketiga kondisi ini terjadi : 
  1. Aset yang sama tidak diperdagangkan dengan harga yang sama pada setiap pasar. 
  2. Dua aset dengan arus kas yang identik tidak diperdagangkan dengan harga yang sama. 
  3. Suatu aset dengan nilai kontrak berjangka yang diketahui, dimana aset tersebut pada saat ini tidaklah diperdagangkan pada harga kontrak berjangka dengan dikurangi potongan harga berdasarkan suku bunga bebas risiko (atau terdapat biaya penyimpanan gudang atas aset tersebut yang tidak dapat diabaikan). 
Arbitrase bukanlah merupakan suatu tindakan sederhana dari pembelian produk di suatu pasar dan menjualnya dipasar lain dengan harga yang lebih tinggi kelak. Transaksi arbitrase harus terjadi secara kesinambungan guna menghindari terungkapnya risiko pasar ataupun risiko perubahan harga pada salah satu pasar sebelum kedua transaksi selesai dilaksanakan. Dalam segi praktik, hal ini umumnya hanya dimungkinkan untuk dilakukan terhadap sekuriti dan produk keuangan yang dapat diperdagangkan secara elektronis.


Positif Jalur Arbitrase
Source
  • Kerahasiaan para pihak yang bersengketa terjamin 
  • Dapat dihindari kelambatan karena aspek prosedural dan administratif dalam penyelesaian sengketa 
  • Para pihak dapat memilih arbiter yang ahli dan sesuai kasus atau perkara yang dihadapi. 
  • Para pihak dapat menentukan pilihan hukum [choice of law]. 
  • Putusan arbiter bersifat mengikat (absolut) dan tidak boleh dibawa ke pengadilan à FINAL & BINDING 
  • Putusan arbiter dapat langsung dilaksanakan [30 hari]. 
Hukum Positif Arbitrase di Indonesia

Dasar hukum Arbitrase di Indonesia :
  • à UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa.
  • à UU No. 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara dan Warga Negara Mengenai Penanaman Modal. 
  • à Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi New York 1958.
  • à Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Peraturan Lebih Lanjut Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. 
Arbitrase Menurut UU 30 Tahun 1999
Source
  • Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
  • Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa “kausual arbitrase” yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitarse tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
  • Dengan demikian maka sengketa arbitrase baru dapat dilakukan apabila ada perjanjian tertulis terlebih dahulu dan tanpa itu, maka sengketa arbitrase menjadi tidak ada 
Obyek Sengketa Arbitrase
  • Semua sengketa Keperdataan (bukan Pidana) dalam bidang perdagangan dan bidang perburuhan/ ketenagakerjaan dengan ketentuan bahwa sengketa tersebut menyangkut hak pribadi yang sepenuhnya dapat dikuasai oleh para pihak.
  • Hak pribadi yang “tidak termasuk” adalah hak-hak yang tidak menyangkut ketertiban umum atau kepentingan umum, misalnya : percerain, status anak, pengakuan anak, perwalian dan lain-lain.
  • Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999, yang termasuk dalam ruang lingkup perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang Perniagaan, Perbankan Keuangan, Penanaman Modal, Industri dan HKI. 
Hukum Acara Arbitrase (pasal 29-51)
Source
  • Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter dilakukan secara tertutup dengan bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain.
  • Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang.
  • Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk sesuai dengan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan dalam Undang-undang ini.
  • Penyelesaian sengketa arbitrase dapat dilakukan melalui lembaga BANI atau lembaga arbitrase internasional berdasarkan kesepakatan para pihak, kecuali ditetapkan lain.
  • Lembaga arbitrase yang diatur oleh UU No. 30 Tahun 1999 adalah Badan Arbitrase Nasional (BANI). Lebih detail : www.bani-arb.org.
  • Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya.
Refleksi
Setelah mengikuti sesi ini kami dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: 
Source
  • Di Indonesia, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mulai meningkat sejak adanya UU No. 30 th 1999. Perkembangan ini sejalan dengan semakin banyaknya pelaku bisnis yang memilih arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Karena arbitrase dinilai cepat, efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-win solution, serta arbitrase tidak bertele-tela karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Selain itu, biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat.
  • Namun, penyelenggaraan arbitrase di Indonesia tidak terlepas dari permasalahan. Masalah utama yang sering dipersoalkan adalah mengenai eksekusi putusan arbitrasi asing di Indonesia. Pengadilan Indonesia seringkali "dicap" enggan untuk melaksanakan atau menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing dengan asalan bahwa putusan yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban umum. Masalah lain yang kerap muncul adalah komplain atas kemampuan arbiter dalam menjalankan praktek arbitrase oleh para pihak yang bersengketa. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan arbiter dapat berakibat pada penundaan putusan arbitrase. 
Kesimpulannya, meskipun minat para masyarakat Indonesia untuk melaksanakan sengketa dengan menggunakan arbitrase tinggi, hal ini juga harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan arbiter untuk membuahkan putusan yang baik dan berkualitas. Hal ini kembali lagi arbiter itu sendiri. 

Referensi
  1. http://www.hukumonline.com dalam artikel; Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
  2. www.bani-arb.org.
  3. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  4. Slide Binusmaya, dalam materi; UN Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M




Disusun oleh:

02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670


Tuesday, May 21, 2013

Sesi 9 - GATT pada Hukum Perdagangan Internasional

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 :21 May 2013


—————————————————————————————————————————————
Topik                      : GATT pada Hukum Perdagangan Internasional
Subtopik                :

  1. Sejarah GATT
  2. Perdagangan Provisionis di GATT
  3. Prinsip GATT
  4. Outline Provision di GATT
Metode                   : Face to Face


Substansi


GATT adalah salah satu sumber hukum yang penting karena tujuan nya yaitu untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Tujuan utama GATT adalah:
Source

  1. meningkatkan taraf hidup umat manusia
  2. meningkatkan kesempatan kerja
  3. meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam dunia
  4. meningkatkan produksi dan tukar menukar barang

GATT ini dibentuk sebagai suatu wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Kebutuhan lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu itu sangat dirasakan benar. Mengapa? karena pada waktu itu masyarakat dunia internasional sulit untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Sejarah GATT dimulai ketika tahun 1946-1948 serangkaian konferensi London, New York, Jenewa dan Havana untuk mendirikan International Trade Organization dalam rangka IMF dan World Bank. Namun, ITO ini gagal didirikan karena kongres USA menolak meratifikasi Havana Charter. Cikal bakal WTO adalah GATT yang telah berdiri sejak 1948. Sejak WTO resmi berdiri, GATT tetap eksis sebagai salah satu bagian dari WTO sejajat dengan GATS dan TRIPS. Struktur organisasi dalam lembaga ini adalah:


  • Ministrial Conference
  • General Council
  • Council for Trade in Goods
  • Council for Trade in Services
  • Council for TRIPS
  • Dispute Settlement Body

Di dalam GATT terdapat beberapa asas yaitu sebagai berikut:

Source

  • Most-Favored-Nation (Non-Diskriminasi): yaitu prinsip yang menyatakan bahwa semua negara anggota terikat untuk memberikan negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya lainnya.
  • National Treatment: yaitu prinsip bahwa produk dari suatu negara yang diimpor ke dalam suatu negara haruslah diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri
  • Larangan Restriksi (Pembatasan): prinsip ini adalah larangan restriksi kuantitatif yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, pada umumnya dilarang. Hal ini disebabkan karena praktek demikian mengganggu praktek perdagangan yang normal.
  • Perlindungan melalui Tarif: prinsip ini memperkenankan tindakan proteksi industri domestik melalui tarif. Hal ini berarti melalui tarif ini menunjukkan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat
  • Resiprositas: prinsip ini merupakan prinsip yang fundamental dalam GATT, yaitu  erlakuan yang diberikan suatu negara kepada negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga diberikan oleh mitra dagang negara tersebut.

  • Perlakuan Khusus bagi Negara Berkembang: prinsip ini muncul karrena 2/3 negara anggota GATT adalah negara yang sedang berkembang ekonominya. 
Refleksi
Source

Mengingat pada perkara pengaduan Jepang ke WTO tentang program Mobil Nasional yang menunjuk PT Timor Putra Nusantara (PTN) sebagai pionir yang memproduksi Mobnas. Karena belum dalam diproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No. 42/ 1996 yang memperbolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek Timor. Selain itu PT TPN diberikan hak bebas pajak barang mewah dan bebas bea masuk barang impor. Jepang mengadukan PT TPN ke WTO karena Indonesia telah ditunduh melanggar prinsip WTO yang selayaknya ditaati oleh negara anggota dalam perdagangan internasional. Lebih lanjut baca link ini.


Referensi
  1. www.blogspot.com, dalam artikel; Analisis Kasus Mobil Nasional
  2. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  3. Slide Binusmaya, dalam materi; GATT pada Hukum Perdagangan Internasional


Disusun oleh:

02PFJ 

Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
Cempaka Lestari - 1601248504
Christian - 1601261632
Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
Rindang Sunaringtyas - 1601261670


Tugas Sesi 8: Presentasi Hak Kekayaan Intelektual

Tuesday, May 14, 2013

Sesi 8 - TRIPS dalam Hukum Perdagangan Internasional

Mata Kuliah         : Hukum Perdagangan Internasional
Dosen                    : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.
Tanggal                 :07 May 2013
—————————————————————————————————————————————
Topik                      : TRIPs dalam Hukum Perdagangan Internasional
Subtopik                :
  1. Latar Belakang TRIPs
  2. Tujuan TRIPs
  3. Konvensi TRIPs
  4. Empat TRIPs Dasar
  5. Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
  6. Aspek Hukum Izin
Metode                   : GSLC

Substansi
Source

Subtopik 1
Sejarah dan Latar Belakang TRIPs

“Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights” adalah perjanjian internasional yang dikelola oleh World Trade Organization (WTO) yang menetapkan bawah standar minimum untuk berbagai bentuk kekayaan intelektual (IP) regulasi yang diterapkan pada warga Anggota WTO lainnya. Dinegosiasikan pada akhir Putaran Uruguay Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT) pada tahun 1994.

Perjanjian TRIPS memperkenalkan hukum kekayaan intelektual ke dalam sistem perdagangan internasional untuk pertama kalinya dan tetap perjanjian internasional yang paling komprehensif tentang kekayaan intelektual sampai saat ini. Pada tahun 2001, negara-negara berkembang, khawatir bahwa negara-negara maju bersikeras pembacaan terlalu sempit TRIPS, memulai putaran perundingan yang menghasilkan Deklarasi Doha. Deklarasi Doha adalah pernyataan WTO yang menjelaskan ruang lingkup TRIPS, yang menyatakan misalnya bahwa TRIPS dapat dan harus ditafsirkan dalam terang tujuan "untuk mempromosikan akses ke obat-obatan untuk semua."

Secara khusus, TRIPS mensyaratkan anggota WTO untuk memberikan hak cipta, yang meliputi produsen konten termasuk pemain, produser rekaman suara dan organisasi penyiaran; indikasi geografis, termasuk sebutan asal, desain industri, tata letak sirkuit terpadu-desain, paten, varietas tanaman baru; merek dagang; perdagangan pakaian, dan
Source

informasi yang dirahasiakan atau rahasia. TRIPS juga menetapkan prosedur penegakan, obat, dan prosedur penyelesaian sengketa. Perlindungan dan penegakan semua hak kekayaan intelektual harus memenuhi tujuan untuk berkontribusi pada promosi inovasi teknologi dan transfer dan penyebaran teknologi, untuk keuntungan bersama produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dan dengan cara yang kondusif untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi , dan keseimbangan hak dan kewajiban.

Negara yang pertama kali mengusulkan lahirnya TRIPs adalah Amerika Serikat, sebagai antisipasi yang berpendapat bahwa WIPO [World Intellectual Property Organization] yang berada di bawah PBB, tidak mampu melindungi HKI di pasar internasional yang akan mengakibatkan perdagangan menjadi negatif.

Source
TRIPS dinegosiasikan pada akhir Putaran Uruguay Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT) pada tahun 1994. Dimasukkannya merupakan puncak dari program lobi-lobi intensif oleh Amerika Serikat, yang didukung oleh Uni Eropa, Jepang dan negara-negara maju lainnya. Kampanye dorongan ekonomi unilateral bawah Generalized System of Preferences dan pemaksaan dalam Bagian 301 dari Undang-Undang Perdagangan memainkan peran penting dalam mengalahkan posisi kebijakan bersaing yang disukai oleh negara-negara berkembang, terutama Korea dan Brasil, tetapi juga termasuk Thailand, India dan Karibia Basin negara. Pada gilirannya, Amerika Serikat menghubungkan strategi kebijakan perdagangan dengan standar kekayaan intelektual dapat ditelusuri kembali ke kewirausahaan manajemen senior di Pfizer pada awal tahun 1980, yang dimobilisasi korporasi di Amerika Serikat dan membuat memaksimalkan hak kekayaan intelektual nomor satu prioritas kebijakan perdagangan di Amerika Serikat.

Setelah putaran Uruguay, GATT menjadi dasar bagi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Karena ratifikasi TRIPS merupakan persyaratan wajib World Trade Organization keanggotaan, setiap negara berusaha untuk mendapatkan akses mudah ke pasar internasional banyak dibuka oleh Organisasi Perdagangan Dunia harus memberlakukan hukum kekayaan intelektual yang ketat diamanatkan oleh TRIPS. Untuk alasan ini, TRIPS merupakan instrumen multilateral yang paling penting bagi globalisasi hukum kekayaan intelektual. Negara-negara seperti Rusia dan China yang sangat tidak mungkin untuk bergabung dengan Konvensi Berne telah menemukan prospek WTO keanggotaan godaan kuat.

Selanjutnya, tidak seperti perjanjian lainnya pada kekayaan intelektual, TRIPS memiliki mekanisme penegakan kuat. Negara dapat disiplin melalui mekanisme penyelesaian sengketa WTO.

Persyaratan TRIPS adalah, dari perspektif kebijakan, sangat ketat. Meskipun demikian, pelobi untuk industri yang menguntungkan dari berbagai undang-undang kekayaan intelektual terus sejak tahun 1994 untuk kampanye untuk memperkuat bentuk yang ada kekayaan intelektual dan untuk membuat jenis baru:

Pembentukan undang-undang anti-pengelakan untuk melindungi sistem Digital Rights Management. Hal ini dicapai melalui Dunia 1996 Kekayaan Intelektual Organisasi Copyright Treaty (WIPO Treaty) dan Pertunjukan WIPO dan Rekaman Treaty.

Keinginan untuk lebih membatasi kemungkinan lisensi wajib paten telah menyebabkan ketentuan dalam perjanjian perdagangan bilateral AS baru-baru ini.

Ini adalah satu hal bagi negara untuk memiliki undang-undang kekayaan intelektual pada undang-undang mereka, dan satu lagi bagi pemerintah untuk menegakkan mereka agresif. Perbedaan ini telah menyebabkan ketentuan dalam perjanjian bilateral, serta proposal untuk WIPO dan Uni Eropa pada penegakan aturan kekayaan intelektual. 2001 EU Directive Copyright adalah untuk mengimplementasikan 1996 WIPO Copyright Treaty.

Kata-kata dari TRIPS Pasal 27 non-diskriminasi digunakan untuk membenarkan perpanjangan dari sistem paten.

Kampanye untuk pembentukan Penyiaran Perjanjian WIPO yang akan memberikan penyiaran (dan mungkin webcasters) hak eksklusif atas salinan karya mereka telah didistribusikan.
Pro dan Kontra Pembentukan TRIPS
Berdasarkan kelemahan WTO, maka sejak 1982 Amerika Serikat berusaha memasukkan permasalahan HKI ini ke GATT.
Bagi negara-negara berkembang, pemasukan Hak Milik Intelektual ini mulanya ditentang, mereka berpendapat bahwa pembicaraan Hak Milik Intelektual dalam GATT tidaklah tepat. GATT merupakan forum perdagangan multilateral, sedangkan Hak Milik Intelektual tidak ada kaitannya dengan perdagangan.
Namun setelah adanya argue kemajuan perdagangan internasional negara bergantung pada kemajuan/keunggulan teknologi, termasuk perlindungan Hak Milik Intelektualnya, sehingga terjadi hubungan erat antara keduanya, maka akhirnya negara-negara anggota dapat menerima TRIPS sebagai bagian dari WTO.

Persetujuan TRIPS


TRIPS adalah salah satu topik dari 15 issue dari GATT dan berlaku setelah disetujuinya dalam putaran Uruguay (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993 lalu diartifikasi 15 April 1998 di Morokko, Afrika Utara oleh 117 negara.
Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pendirian WTO telah menjadi terikat pada ketentuan TRIPS sebagai bagian dari hukum nasional. Dengan itu, maka Indonesia harus dapat menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan ketentuan TRIPS.
Penyesuaian itu tidak saja menyangkut penyempurnaan, tetapi juga produk hukum baru HKI, dengan infrastruktur pendukung lainnya dengan batas waktu 5 tahun sejak berlaku efektif TRIPS.

Persyaratan TRIPS

TRIPS mewajibkan negara anggota untuk memberikan perlindungan yang kuat untuk hak kekayaan intelektual. Sebagai contoh, di bawah TRIPS:
  • Istilah hak cipta harus memperpanjang setidaknya 50 tahun, kecuali berdasarkan kehidupan penulis.
  • Hak cipta harus diberikan secara otomatis, dan tidak didasarkan pada setiap "formalitas," seperti pendaftaran, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Berne.
  • Program komputer harus dianggap sebagai "karya sastra" di bawah hukum hak cipta dan menerima persyaratan perlindungan yang sama.
  • Pengecualian Nasional hak cipta (seperti "penggunaan yang adil" di Amerika Serikat) dibatasi oleh Berne tiga langkah uji
  • Paten harus diberikan untuk "penemuan" dalam semua "bidang teknologi" asalkan mereka memenuhi semua persyaratan paten lainnya (meskipun pengecualian untuk kepentingan publik tertentu yang diperbolehkan dan harus dilaksanakan setidaknya selama 20 tahun.
  • Pengecualian terhadap hak eksklusif harus dibatasi, asalkan eksploitasi kerja normal dan normal eksploitasi paten adalah tidak bertentangan.
  • Tidak ada prasangka beralasan untuk kepentingan yang sah dari pemegang hak paten program komputer dan diperbolehkan.
  • Kepentingan yang sah dari pihak ketiga harus diperhitungkan oleh hak paten.
  • Di setiap negara, hukum kekayaan intelektual mungkin tidak menawarkan manfaat kepada warga lokal yang tidak tersedia untuk warga TRIPS penandatangan lainnya berdasarkan prinsip perlakuan nasional (dengan pengecualian terbatas tertentu. TRIPS juga memiliki klausul bangsa yang paling disukai.
  • Banyak ketentuan TRIPS hak cipta yang disalin dari Konvensi Berne untuk Perlindungan Karya Seni dan Sastra dan banyak merek dagang dan paten ketentuannya dimodelkan pada Konvensi Paris untuk Perlindungan Kekayaan Industri.
Subtopik 2 
Tujuan TRIPS
1. Meningkat perlindungan terhadap HKI dari produk-produk yang diperdagangkan
2. Menjamin prosedur pelaksanaan HKI yang tidak menghambat kegiatan perdagangan
3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap HKI
4. Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajak atas HKI

Implementasi di negara-negara berkembang
Para kewajiban TRIPS berlaku untuk semua negara anggota, negara-negara berkembang namun diizinkan waktu ekstra untuk menerapkan perubahan yang berlaku untuk hukum nasional mereka, dalam dua tingkatan transisi sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Masa transisi untuk negara berkembang berakhir pada tahun 2005. Masa transisi untuk negara-negara kurang berkembang untuk menerapkan TRIPS diperpanjang sampai 2013, dan sampai 1 Januari 2016 paten farmasi, dengan kemungkinan perpanjangan.

Oleh karena itu telah menyatakan bahwa standar mewajibkan semua negara untuk menciptakan sistem kekayaan intelektual yang ketat TRIPS akan merugikan perkembangan negara-negara miskin. Banyak yang berpendapat bahwa itu adalah, prima facie, untuk kepentingan strategis kebanyakan jika tidak semua negara-negara terbelakang untuk menggunakan fleksibilitas yang tersedia di TRIPS untuk melegalisasi hukum IP yang mungkin paling lemah.

Hal ini tidak terjadi dalam banyak kasus. Sebuah laporan oleh 2005 WHO menemukan bahwa banyak negara berkembang belum dimasukkan fleksibilitas TRIPS (lisensi wajib, impor paralel, batas perlindungan data, penggunaan penelitian yang luas dan pengecualian lain untuk paten, dll) ke dalam undang-undang mereka sejauh resmi di bawah Doha .

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya keahlian hukum dan teknis yang diperlukan untuk merancang undang-undang yang menerapkan fleksibilitas, yang sering menyebabkan negara-negara berkembang secara langsung menyalin negara maju legislasi IP, atau mengandalkan bantuan teknis dari World Intellectual Property Organization (WIPO), yang , menurut kritikus seperti Cory Doctorow, mendorong mereka untuk menerapkan kuat monopoli kekayaan intelektual.

Subtopik 3
Konvensi TRIPS

Bagian I : Ketentuan Umum dan Prinsip Dasar
Bagian II : Standar Ketersedian, Lingkup dan Penggunaan Hak Milik Intelektual
  • Hak Cipta dan Hak-hak Yang Terkait
  • Merek Dagang
  • Indikasi Geografis
  • Desain Industri
  • Paten
  • Desain Tata Letak [Topografi] Sirkuit Terpadu
  • Perlindungan Informasi Yang Dirahasiakan
  • Perlindungan Praktek Anti Persaingan Dalam Lisensi Kontrak
Bagian III : Penegakan Hak Milik Intelektual

Kewajiban Umum
Prosedur dan Penyelesaian Perdata Secara Administratif
Tindakan Sementara
Persyaratan Khusus Yang Berkaitan Dengan Tindakan Yang Sifatnya Tumpang Tindih
Prosedur Pidana

Bagian IV : Pemerolehan dan Pemeliharaan Hak Milik Intelektual dan Prosedur Antar Para Pihak
Bagian V : Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan
Bagian VI : Pengaturan Peralihan
Bagian VII : Pengaturan Kelembagaan : Ketentuan Penutup

Subtopik 4

Empat Pokok Pengaturan TRIPS
  • Pengaturan yang mengaitkan peraturan HKI dengan konsep perdagangan internasional;
  • Pengaturan yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mematuhi Konvensi Paris dan Konvensi Berne;
  • Pengaturan yang menetapkan aturan atau ketentuan sendiri;
  • Pengaturan yang berkaitan dengan penegakan hukum HKI.
Prinsip-prinsip TRIPS

Free to Determine : memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang dianggap sesuai untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPS.
Intellectual Property Convention : mengharuskan para anggotanya menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan berbagai konvensi internasional HKI.
National Treatment : pemberian perlakuan yang sama dalam kaitannya dengan perlindungan HKI antara yang diberikan kepada warga negara sendiri dengan yang diberikan kepada warga negara lain.
Most-Favored-Nation-Treatment : Kemanfaatan, keberpihakan, hak istimewa atau kekebalan yang diberikan oleh suatu negara anggota kepada warga negara lain harus pula diberikan kepada warga negara anggota lain.
Exhaustion : mengharuskan para anggotanya, dalam menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan pun di dalam Persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan Hak Milik Intelektual di dalam negeri mereka.

Subtopik 5
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


Hak kekayaan intelektual adalah hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat berwujud tulisan, simbol, penamaan, citra, design, dan sebagainya yang digunakan dalah kegiatan komersil.

Berikut adalah beberapa jenis Hak Kekayaan Intelektual :
  • Hak Cipta dan Hak-hak Terkait (Copyright and Related Rights)
  • Hak Kekayaan Industri (Industrial Property):
  1. Paten (Patent)
  2. Merek (Trademark)
  3. Indikasi Geografis (Geographical Indication)
  4. Desain Industri (Industrial Design)
  5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
  6. Rahasia Dagang (Trade Secret)
  7. Varietas Tanaman (Plant Variety)
Source
1. Hak Cipta
Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan kepada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreatifitas.

Karya yang di cakup oleh HKI adalah karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karya-karya referensi, koran, dan program artistik seperti lukisan, gambar, fotografi, dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknik.
Source

2. Hak Paten
Hak Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.

Hak Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasanya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud disini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.
Source

3. Merek Dagang (Trademerk)
Merek Dagang adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu barang atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi, dan memeliki keunikan dalam produk tersebut.

4. Indikasi Geografis

Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, indikasi geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Contohnya adalah produk-produk pertanian yang biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim, tanah. Berfungsinya suatu tanda adalah sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen

5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta di bentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi konduktor yang di maksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan 3 dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Source

6. Rahasia Dagang
Rahasia Dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial. Namun langkah-langkah yang rasional harus ditempuh sebelumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia.


Subtopik 6

Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang.

Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik

Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.


Izin khusus yaitu persetujuan dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpangan dari sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :
  • Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir, menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.
  • Linsesi adalah izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial serta mendatangkan laba dan keuntungan.
  • Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis dan kompleks, oleh karena merupakan seperangkat dispensasi-dispensasi, izin-izin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semacam wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan kekayaan alam negara dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris walupun terbatas dapat menimbulkan masalah politik dan sosial yang cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat memindahkan kampung, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan segala sarana lainnya.



Refleksi
Setelah mengikuti pembelajaran sesi ini kami dapat menyimpulkan bahwa:
Source
  1. Hukum di Indonesia mengenai HAKI belum diaplikasikan secara maksimal, sehingga banyak karya-karya anak bangsa dipatenkan di luar negeri. 
  2. Kurangnya kesadaran Indonesia akan pentingnya pematenan inovasi. Serta tidak adanya kesadaran akan pendaftaran terhadap "hak cipta" atas karya seseorang. Buktinya jelas, karya Batik, Reog Indonesia banyak di klaim oleh negara tetangga. Bahkan tempe, yang memiliki hak ciptanya adalah Jepang.
Dari pendapat tersebut diatas, kami menyimpulkan bahwa seharusnya kita lebih sadar untuk mendaftarkan karya asli kita ke departemen HAKI. Hal ini agar karya kita tidak di "copy" oleh orang lain. 

Referensi:

  1. http://annida.harid.web.id, dalam artikel; Hak Kekayaan Intelektual
  2. www.google.com, dalam semua foto yang ada di postingan ini, link berada dibawah setiap foto
  3. Slide Binusmaya, dalam materi; UN Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 karya Bp. Agus Riyanto, S.H, LL.M 
  4. http://wonkdermayu.wordpress.com, dalam artikel; Hukum Perijinan  
  1. Disusun oleh:

    02PFJ 

    Ajeng Fitria Efayani - 1601269704
    Cempaka Lestari - 1601248504
    Christian - 1601261632
    Dewi Sabita Wulandari - 1601262793
    Rindang Sunaringtyas - 1601261670

#header-inner img { margin-left: auto; margin-right: auto; }